Rasulullah
saw. bersabda, “Perumpamaan orang beriman itu bagaikan lebah. Ia makan yang
bersih, mengeluarkan sesuatu yang bersih, hinggap di tempat yang bersih dan
tidak merusak atau mematahkan (yang dihinggapinya).” (Ahmad, Al-Hakim, dan
Al-Bazzar)
Seorang
mukmin adalah manusia yang memiliki sifat-sifat unggul. Sifat-sifat itu
membuatnya memiliki keistimewaan dibandingkan dengan manusia lain. Sehingga di
mana pun dia berada, kemana pun dia pergi, apa yang dia lakukan, peran dan
tugas apa pun yang dia emban akan selalu membawa manfaat dan maslahat bagi
manusia lain. Maka jadilah dia orang yang seperti dijelaskan Rasulullah saw., “Manusia
paling baik adalah yang paling banyak memberikan manfaat bagi manusia lain.”
Kehidupan
ini agar menjadi indah, menyenangkan, dan sejahtera membutuhkan manusia-manusia
seperti itu. Menjadi apa pun, ia akan menjadi yang terbaik; apa pun peran dan
fungsinya maka segala yang ia lakukan adalah hal-hal yang membuat orang lain,
lingkungannya menjadi bahagia dan sejahtera.
Nah, sifat-sifat
yang baik itu antara lain terdapat pada lebah. Rasulullah saw. dengan
pernyataanya dalam hadits di atas mengisyaratkan agar kita meniru sifat-sifat
positif yang dimiliki oleh lebah. Tentu saja, sifat-sifat itu sendiri memang
merupakan ilham dari Allah swt. seperti yang Dia firmankan, “Dan Rabbmu
mewahyukan (mengilhamkan) kepada lebah: ‘Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit,
di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia. Kemudian
makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Rabbmu yang
telah dimudahkan (bagimu).’ Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang
bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi
manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda
(kebesaran Rabb) bagi orang-orang yang memikirkan.” (An-Nahl: 68-69)
Sekarang,
bandingkanlah apa yang dilakukan lebah dengan apa yang seharusnya dilakukan
seorang mukmin, seperti berikut ini:
Hinggap di
tempat yang bersih dan menyerap hanya yang bersih.
Lebah hanya
hinggap di tempat-tempat pilihan. Dia sangat jauh berbeda dengan lalat.
Serangga yang terakhir amat mudah ditemui di tempat sampah, kotoran, dan
tempat-tempat yang berbau busuk. Tapi lebah, ia hanya akan mendatangi
bunga-bunga atau buah-buahan atau tempat-tempat bersih lainnya yang mengandung
bahan madu atau nektar.
Begitulah
pula sifat seorang mukmin. Allah swt. berfirman:
Hai manusia,
makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan adalah musuh
yang nyata bagimu.
(Al-Baqarah: 168)
(Yaitu)
orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati
tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh
mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang
mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi
mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan
belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya,
memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan
kepadanya (Al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Al-A’raf: 157)
Karenanya,
jika ia mendapatkan amanah dia akan menjaganya dengan sebaik-baiknya. Ia tidak akan
melakukan korupsi, pencurian, penyalahgunaan wewenang, manipulasi, penipuan,
dan dusta. Sebab, segala kekayaan hasil perbuatan-perbuatan tadi adalah
merupakan khabaits (kebusukan).
Mengeluarkan
yang bersih.
Siapa yang
tidak kenal madu lebah. Semuanya tahu bahwa madu mempunyai khasiat untuk
kesehatan manusia. Tapi dari organ tubuh manakah keluarnya madu itu? Itulah
salah satu keistimewaan lebah. Dia produktif dengan kebaikan, bahkan dari organ
tubuh yang pada binatang lain hanya melahirkan sesuatu yang menjijikan.
Belakangan, ditemukan pula produk lebah selain madu yang juga diyakini
mempunyai khasiat tertentu untuk kesehatan: liurnya!
Seorang
mukmin adalah orang yang produktif dengan kebajikan. “Hai orang-orang yang
beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Rabbmu dan perbuatlah
kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” (Al-Hajj: 77)
Al-khair adalah kebaikan atau kebajikan.
Akan tetapi al-khair dalam ayat di atas bukan merujuk pada kebaikan dalam
bentuk ibadah ritual. Sebab, perintah ke arah ibadah ritual sudah terwakili
dengan kalimat “rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Rabbmu” (irka’u,
wasjudu, wa’budu rabbakum). Al-khair di dalam ayat itu justru bermakna
kebaikan atau kebajikan yang buahnya dirasakan oleh manusia dan makhluk
lainnya.
Segala yang
keluar dari dirinya adalah kebaikan. Hatinya jauh dari prasangka buruk, iri,
dengki; lidahnya tidak mengeluarkan kata-kata kecuali yang baik; perilakunya
tidak menyengsarakan orang lain melainkan justru membahagiakan; hartanya
bermanfaat bagi banyak manusia; kalau dia berkuasa atau memegang amanah
tertentu, dimanfaatkannya untuk sebesar-besar kemanfaat manusia.
Tidak pernah
merusak
Seperti yang
disebutkan dalam hadits yang sedang kita bahas ini, lebah tidak pernah merusak
atau mematahkan ranting yang dia hinggapi. Begitulah seorang mukmin. Dia tidak
pernah melakukan perusakan dalam hal apa pun: baik material maupun nonmaterial.
Bahkan dia selalu melakukan perbaikan-perbaikan terhadap yang dilakukan orang
lain dengan cara-cara yang tepat. Dia melakukan perbaikan akidah, akhlak, dan
ibadah dengan cara berdakwah. Mengubah kezaliman apa pun bentuknya dengan cara
berusaha menghentikan kezaliman itu. Jika kerusakan terjadi akibat korupsi, ia
memberantasnya dengan menjauhi perilaku buruk itu dan mengajukan koruptor ke
pengadilan.
Bekerja
keras
Lebah adalah
pekerja keras. Ketika muncul pertama kali dari biliknya (saat “menetas”), lebah
pekerja membersihkan bilik sarangnya untuk telur baru dan setelah berumur tiga
hari ia memberi makan larva, dengan membawakan serbuk sari madu. Dan begitulah,
hari-harinya penuh semangat berkarya dan beramal. Bukankah Allah pun
memerintahkan umat mukmin untuk bekerja keras? “Maka apabila kamu telah
selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang
lain.” (Alam Nasyrah: 7)
Kerja keras
dan semangat pantang kendur itu lebih dituntut lagi dalam upaya menegakkan
keadilan. Karena, meskipun memang banyak yang cinta keadilan, namun kebanyakan
manusia –kecuali yang mendapat rahmat Allah– tidak suka jika dirinya
“dirugikan” dalam upaya penegakkan keadilan.
Bekerja
secara jama’i dan tunduk pada satu pimpinan
Lebah selalu
hidup dalam koloni besar, tidak pernah menyendiri. Mereka pun bekerja secara
kolektif, dan masing-masing mempunyai tugas sendiri-sendiri. Ketika mereka
mendapatkan sumber sari madu, mereka akan memanggil teman-temannya untuk
menghisapnya. Demikian pula ketika ada bahaya, seekor lebah akan mengeluarkan
feromon (suatu zat kimia yang dikeluarkan oleh binatang tertentu untuk memberi
isyarat tertentu) untuk mengudang teman-temannya agar membantu dirinya. Itulah
seharusnya sikap orang-orang beriman. “Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan
mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (Ash-Shaff: 4)
Tidak pernah
melukai kecuali kalau diganggu
Lebah tidak
pernah memulai menyerang. Ia akan menyerang hanya manakala merasa terganggu
atau terancam. Dan untuk mempertahankan “kehormatan” umat lebah itu, mereka
rela mati dengan melepas sengatnya di tubuh pihak yang diserang. Sikap seorang
mukmin: musuh tidak dicari. Tapi jika ada, tidak lari.
Itulah
beberapa karakter lebah yang patut ditiru oleh orang-orang beriman. Bukanlah
sia-sia Allah menyebut-nyebut dan mengabadikan binatang kecil itu dalam
Al-Quran sebagai salah satu nama surah: An-Nahl. Allahu a’lam.
Sumber : dakwatuna.com
0 komentar